Copy, cut and paste disabled


Cegah dan Tangani Stunting melalui Stimulasi Psikososial dan Mengembangkan Kelekatan pada Anak
top of page

Cegah dan Tangani Stunting melalui Stimulasi Psikososial dan Mengembangkan Kelekatan pada Anak



Dari beragam riset disimpulkan bahwa stunting disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak adekuat (tidak mencukupi). Kegagalan pertumbuhan ini dapat berdampak besar (baik jangka pendek maupun panjang) pada kesehatan dan kesejahteraan anak secara keseluruhan. Efek paling umum adalah perawakan yang lebih pendek, sedangkan implikasi kesehatan umum lainnya adalah: perkembangan mental yang tertunda, prestasi akademik yang buruk, berkurangnya produktivitas di tempat kerja, mengurangi fungsi kognitif seperti memori dan rentang perhatian, peningkatan risiko penyakit infeksi berulang dan kematian dini, perempuan dengan perawakan yang lebih pendek mungkin memiliki peningkatan risiko komplikasi saat melahirkan karena panggul yang lebih kecil, dan perempuan dengan pertumbuhan terhambat memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.


Stunting tidak bisa dikoreksi jika jendela kesempatan pada 1.000 hari pertama kehidupan telah terlewati. Pertumbuhan linier (bertambah tinggi badan) masih mungkin untuk dikejar hingga seseorang berusia sekitar 24 tahun, yaitu dengan perbaikan asupan gizi dan olahraga fisik, selama epifise pertumbuhan belum menutup. Tetapi pertumbuhan dan perkembangan otak telah mencapai 90% di 1000 hari pertama kehidupan dan terus melambat saat anak beranjak besar. Kondisi inilah yang tidak lagi bisa dikoreksi atau diperbaiki. Oleh karena itu, selain memastikan asupan gizi seimbang dan menghindarkan anak dari risiko infeksi berulang, yang tak kalah penting adalah stimulasi psikososial optimal di setiap tahap kehidupan anak.


Psikososial didefinisikan sebagai “Hubungan dinamis antara aspek psikologi dan sosial, dimana masing-masing saling berinteraksi dan mempengaruhi secara berkelanjutan.” Dampak yang mempengaruhi pikiran, keyakinan, perasaan, dan perilaku. Sebagaimana pertumbuhan liner, kondisi psikososial juga melalui proses perkembangan terutamanya pada usia awal kehidupan. Perkembangan psikososial berkaitan dengan emosi, motivasi dan perkembangan pribadi manusia serta perubahan dalam bagaimana individu berhubungan dengan orang lain. Perkembangan yang tidak optimal akan berdampak ketika seorang anak menjadi dewasa dengan masalah psikososial, yaitu: a) cemas, khawatir berlebihan, takut, b) mudah tersinggung, c) sulit konsentrasi, d) bersifat ragu-ragu/merasa rendah diri, e) merasa kecewa, f) pemarah dan agresif, dll.


Perkembangan fisik memang paling mudah diamati. Namun, perkembangan psikososial juga perlu mendapatkan perhatian khusus dari orang tua dan pengasuh. Sebab, perkembangan psikososial anak sangat penting dalam membentuk rasa percaya diri dan kemandirian. Saat anak mulai memasuki usia sekolah, pola perilaku sosial akan terlihat. Karena ruang gerak dan lingkungan sosial tidak lagi terbatas pada keluarga melainkan ada teman sebaya, guru, adik dan kakak kelas, dan lainnya. Anak sejak usia dini perlu dipersiapkan kepribadiannya sebagai makhluk sosial.


Pola asuh orang tua akan membentuk kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan sosialnya. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri akan menyebabkan perkembangan kepribadian yang sehat. Ia akan memiliki konsep diri, harga diri, percaya diri, dan efikasi diri yang baik. Sebaliknya, ketidakmampuan menyesuaikan diri akan membuat seseorang mengalami kehidupan yang terasing, rendah diri, pesimis, apatis, merasa cemas, kuatir atau takut. Menurut Erikson, suasana keluarga mempengaruhi perkembangan kepribadian yang sehat, yaitu anak-anak memiliki pribadi yang sangat mempercayai terhadap lingkungan sosialnya dengan baik. Hal ini menjadi dasar perkembangan karakter anak menjadi pribadi yang sehat, stabil, percaya diri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

Stimulasi psikososial dimaknai sebagai rangsangan perkembangan dari situasi-situasi sosial atau psikologis yang datang dari lingkungan di luar diri anak yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai rangsangan perkembangan yang muncul di luar diri anak maka akan mengerucut pada tindakan orang tua ataupun pengasuh terhadap anak. Mengacu pada instrument HOME (Home Observation for Measurement of the Environment) dari Bettye M. Caldwell dan Robert H. Bradley (1983), terdapat 5 elemen untuk menggambarkan stimulasi psikososial pada anak yaitu:


  1. Stimulasi pembelajaran, yaitu bagaimana orang tua melakukan kegiatan untuk menstimulasi aspek kognitif, bahasa, motorik dan sosial emosional anak. Misal, kegiatan yang paling sederhana tapi paling penting yaitu mengajak anak berbicara dan bermain bersama anak.

  2. Kehangatan dan perhatian, yaitu bagaimana orang tua melakukan tindakan yang menunjukkan kehangatan. Misal dengan memeluk atau menunjukkan perhatian pada tingkah laku anak, merespon positif kegiatan yang dilakukan anak

  3. Penerimaan, yaitu bagaimana orang tua melakukan berbagai perilaku yang menunjukkan penerimaan pada beragam kondisi anak. Misal saat anak menangis, orang tua tetap memberikan respon yang sabar dan penuh kasih

  4. Pengalaman, yaitu bagaimana orang tua memfasilitasi anak untuk mendapatkan beragam pengalaman. Misal dengan mengajak anak berinteraksi di luar interaksi sehari hari (kunjungan ke rumah saudara, tetangga, dll), bermain diluar rumah, dll.

  5. Keterlibatan, yaitu bagaimana orang tua melibatkan anak dalam kegiatan sehari hari di rumah. Misal memastikan orang tua tahu tahapan perkembangan yang harus dicapai anak, setiap saat tahu apa yang sedang dilakukan anak, tahu beragam mainan yang dimiliki anak dan manfaatnya, dll.

Kegiatan stimulasi psikososial yang rutin ini merupakan pembentuk utama terjadinya bonding atau kelekatan intens orang tua dan anak. Bonding akan membuat orang tua terdorong memberikan kasih sayang dan perawatan bagi anak sepenuhnya serta dapat dengan mudah mengetahui apa yang dibutuhkan dan dirasakan oleh anak. Misal saat bayi menangis, orang tua mengetahui, apa yang menjadi penyebab bayi menangis dan tindakan apa yang harus dilakukan. Mengacu pada modul pengasuhan 0-3 tahun dari Tanoto Foundation (2021), beberapa tindakan yang bisa dilakukan orang tua untuk mengoptimalkan terjadinya bonding/kelekatan yaitu:



  1. Sejak masa kehamilan dibiasakan untuk berbicara dengan anak, memutar musik, dan bernyanyi, sambal mengelus elus perut, terutama saat bayi aktif bergerak di dalam kandungan

  2. Saat proses kelahiran dengan melakukan inisiasi menyusu dini, membuat pernafasan dan detak jantung bayi menjadi lebih stabil dan mulai menumbuhkan bonding ibu dan bayi

  3. Pemberian senyum, kontak mata, sentuhan hangat, dan menggendong anak adalah kegiatan yang sangat penting untuk menguatkan bonding

  4. Proses menyusu ASI anak pada ibunya sangat memperkuat bonding, ketika ada kontak mata dan interaksi Ibu dan bayinya

  5. Berkomunikasi verbal, bayi menyukai suara manusia dan saat mendengar suara orang tuanya bayi juga terstimulasi untuk mengeluarkan suara yang sering dia dengar.

  6. Setelah usia satu tahun, bayi sudah bisa mengkonsumsi makanan yang sama dengan anggota keluarga yang lain, kegiatan makan bersama juga menjadi momen penting mengeratkan bonding orang tua.

  7. Melibatkan anak dalam berbagai kegiatan rumah tangga sederhana dengan tetap memastikan keselamatan anak.

Stimulasi psikososial yang konsisten dan penguatan bonding di semua tahapan usia sangat penting untuk memastikan anak tetap dapat tumbuh dan berkembang optimal, meskipun dalam situasi anak terindikasi mengalami stunting. Berbagai tantangan yang muncul pada masa depan anak yang mengalami stunting akan sangat terbantu, jika anak memiliki lingkungan psikososial yang mendukung dan memiliki bonding yang kuat dengan kedua orang tuanya. Berbagai manfaat dukungan psikososial dan bonding orang tua dan anak sebagai berikut:



  1. Memfasilitasi anak untuk terus mengembangkan berbagai kecakapan hidup, khususnya kemampuan untuk menyelesaikan masalah sehari hari. Misal saat anak mengalami hambatan dalam pendidikan, anak akan berproses bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.

  2. Meningkatkan keterampilan komunikasi anak. Aspek penerimaan orang tua, akan mendorong anak untuk mengkomunikasikan apa yang ada di perasaan dan pikirannya secara terbuka. Anak yang terbiasa berbicara terbuka dengan orang tua, akan mendukung anak dalam berkomunikasi di lingkungan sosial yang lebih luas, misal dalam proses untuk meminta bantuan saat menghadapi masalah.

  3. Mengembangkan kemampuan anak memahami beragam emosi. Mengenali beragam emosi sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak, dengan mengenali emosi yang dirasakan anak akan belajar menentukan perilaku yang sesuai untuk mengekspresikan perasaannya tanpa bertindak negatif di lingkungan sosialnya.

Memahami pentingnya stimulasi psikososial dan penguatan bonding dalam konteks pencegahan maupun penanganan stunting menjadi salah satu aspek penting untuk memastikan terpenuhinya hak anak untuk hidup di lingkungan yang mendukung tumbuh kembangnya.


References:

  1. Modul Pengasuhan Anak usia 0-3 tahun, Panduan Fasilitator, sesi 2, 2021. Tanoto Foundation

  2. Rischa Devi Hayuningtyas, dkk. Peranan Stimulasi Psikososial dalam Perkembangan Anak Toddler. 2019. Strada Press

Created by:

Fitriana Herarti, M.Psi, Psikolog – Early Childhood Education and Development Expert

Reviewed by:

Dr. dr. Brian Sri Prahastuti, MPH – Health Policy & Stunting Reduction Expert

Designed by:

Dimas Arif - PnP-Team AMSA-Indonesia 2021/2022

bottom of page