Copy, cut and paste disabled


Data Angka Stunting Balita, Mana yang Benar?
top of page

Data Angka Stunting Balita, Mana yang Benar?



Masih hangat di ingatan bahasan pada Debat Cawapres Pilpres 2019 tentang stunting antara K.H. Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno. K.H. Ma’ruf Amin menyebutkan angka stunting dari tahun 2013 ke 2018 menurun. Akan tetapi tidak sedikit yang memperdebatkan kebenaran pernyataan K.H. Ma’ruf Amin. Penyebabnya adalah adanya data angka stunting pada tahun 2015 hingga 2017 yang menunjukkan bahwa angka stunting meningkat, jadi data mana yang benar? Yuk kita bahas!



Data dari Riskesdas dan PSG tidak bisa dibandingkan


Seperti bisa dilihat pada gambar di atas, data tahun 2013 dan 2018 bersumber dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) sedangkan data tahun 2015, 2016, dan 2017 bersumber dari Pemantauan Status Gizi (PSG). Kedua kelompok data ini tidak bisa dibandingkan karena dihasilkan oleh survei yang berbeda, dengan menggunakan metodologi dan analisis yang berbeda pula. Data angka stunting dari survei Riskesdas hanya bisa dibandingkan dengan data dari survei Riskesdas juga, begitu pun data survei PSG. Survei Riskesdas dilaksanakan setiap lima tahun sekali yang bertujuan untuk mengevaluasi pembangunan kesehatan Indonesia.


Survei Riskesdas menggunakan metodologi sampel rumah tangga umum. Sedangkan Survei PSG dilaksanakan setahun sekali yang bertujuan untuk memantau program/intervensi gizi saja. Survei PSG memiliki metodologi yang berbeda dengan Riskesdas, yakni sampelnya rumah tangga yang memiliki Balita. Saat ini, rujukan data angka stunting balita yang diakui oleh para pakar kesehatan dan pengambil kebijakan adalah yang berdasarkan Riskesdas karena metode pengambilan sampel survei Riskesdas lebih menggambarkan kondisi masyarakat umum. Angka stunting balita berdasarkan Riskesdas 2018 sebesar 30,8%, menurun 6,4% dibandingkan dengan angka stunting balita Riskesdas 2013 sebesar 37,2%.


Apakah Data Angka Stunting Perlu Ada Setiap Tahun?


Stunting adalah penghambatan pertumbuhan anak yang bersifat kronis yang terjadi sejak anak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun. Karena sifatnya yang kronis, kondisi stunting terjadi dalam jangka waktu tertentu, yaitu pada 1.000 hari pertama kehidupan. Sehingga, pengukuran angka stunting tidak perlu dilakukan setahun sekali karena proses penghambatan pertumbuhan pada anak terjadi dalam waktu lebih dari satu tahun. Angka stunting berdasarkan Riskesdas lebih tepat digunakan selain karena metodologi sampel yang lebih menggambarkan kondisi masyarakat umum, juga karena durasi antar survei yaitu 5 tahun. Jarak 5 tahun dapat memotret perubahan kondisi angka stunting yang ada di masyarakat karena siklus 1.000 hari pertama kehidupan telah terlewati.



Jadi, kita perlu cermat dalam membaca dan membandingkan data. Angka stunting di Indonesia memang sudah membaik dibandingkan dengan 5 tahun yang lalu. Akan tetapi, upaya pencegahan stunting masih perlu menjadi perhatian semua pihak. 1 dari 3 anak Indonesia masih mengalami stunting. Untuk itu, yuk kita lakukan cara-cara pencegahannya lewat perbaikan pola asuh, pola makan, dan sanitasi, demi kebaikan kita bersama.


bottom of page