Copy, cut and paste disabled


Pentingnya Sanitasi dan Higiene Personal untuk Cegah Stunting
top of page

Pentingnya Sanitasi dan Higiene Personal untuk Cegah Stunting



Kondisi lingkungan dan perilaku berperan dalam menentukan status kesehatan di sebuah komunitas. Lingkungan yang sehat dan bersih akan menciptakan dampak positif terhadap kesehatan masyarakat yang optimal seperti kondisi perumahan, ketersediaan air bersih, fasilitas pembuangan kotoran manusia (jamban/wc), dan sistem pengelolaan pembuangan sampah dan limbah (tempat sampah). Lingkungan yang tidak sehat akan menimbulkan berbagai faktor penyebab penyakit di masyarakat.



Pada tahun 2019, World Health Organization menyebutkan sekitar 673 juta orang di dunia masih buang air besar sembarangan. Indonesia menempati peringkat ke-3 untuk sanitasi terburuk di dunia dengan lebih dari 25 juta orang di Indonesia tidak memiliki akses dan fasilitas sanitasi. Kebiasaan buang air besar sembarangan pada tempat-tempat terbuka masih banyak ditemui di sejumlah daerah. Pembuangan tinja secara sembarangan dapat secara langsung mencemari makanan, minuman, sayuran, air, tanah, dll. Bibit penyakit dapat bertransmisi melalui sayuran mentah yang tercemar tinja. Lingkungan yang sehat juga ditentukan oleh perilaku dan kebiasaan yang berhubungan dengan pembuangan limbah dan sampah serta penyediaan air bersih. Oleh karena itu, perlu diperhatikan bahwa perilaku manusia dengan lingkungan menghasilkan interaksi akibat respons terhadap stimulus yang berkaitan erat dengan penyakit.


Perlu pengaturan pembuangan sampah agar tidak membahayakan kesehatan manusia karena dapat menjadi gudang makanan bagi vektor penyakit. Sayuran yang dimakan mentah dapat menjadi media transmisi penyakit dari tanah yang tercemar tinja. Pengelolaan sanitasi yang buruk dan perilaku buang air besar sembarangan masih menjadi penyumbang meningkatnya angka prevalensi penyakit di Indonesia terutama penyakit diare, tifus, polio, dan cacingan. Hampir 1 dari 30 anak Indonesia meninggal sebelum mencapai umur sekolah dasar dan meningkat di daerah Indonesia bagian timur dengan angka mencapai 1 dari 15 anak meninggal.


Selain itu, rendahnya kualitas asupan gizi dan tingginya kasus diare menjadi salah satu faktor penyebab stunting. Sanitasi juga berperan penting dalam menjaga kondisi kehamilan ibu hamil dan pertumbuhan anak di bawah 2 tahun yang memiliki risiko tinggi untuk terserang infeksi dan penyakit. Inflamasi diketahui sebagai penyebab anemia ke-2 setelah kondisi kekurangan zat besi (iron deficiency) yang biasanya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan akut dan diare (Ngure et al. 2014; Weiss & Goodnough 2005). Inflamasi kronis dan gangguan pada usus halus seperti environmental enteric dysfunction (EED) menyebabkan meningkatkan kejadian anemia dan gagal tumbuh. Kondisi kebersihan dan sanitasi yang kurang sehat menyebabkan pencernaan anak terganggu yang membuat tubuh harus secara ekstra melawan sumber penyakit sehingga menghambat penyerapan gizi secara optimal yang berujung pada meningkatnya insiden stunting.


Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal disertai dengan kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global. Kementerian Kesehatan RI sendiri sudah menekankan untuk melakukan tiga pendekatan dalam upaya pencegahan stunting yaitu pola makan, pola asuh serta sanitasi dan air bersih.


Peningkatan kualitas air bersih dan perubahan perilaku hidup sehat serta pola makan dan pola asuh yang benar akan menjaga kesehatan anak dan keluarga sehingga risiko stunting dapat diturunkan. Hal ini juga perlu dilakukan bersamaan dengan kegiatan pola makan dan pola asuh yang benar. Salah satu pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk perubahan perilaku hidup sehat yaitu dengan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat). STBM adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat. Lima pilar STBM adalah:

  • Stop Buang Air Sembarangan,

  • Cuci Tangan Pakai Sabun,

  • Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga,

  • Pengamanan Sampah Rumah Tangga, dan

  • Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga.


Upaya pendekatan perubahan perilaku higienis serta peningkatan fasilitas air bersih dan jamban yang berstandar dapat menurunkan angka stunting. Menurut Riskesdas 2018, terjadi penurunan angka stunting di Indonesia dari 37,2% pada tahun 2013 menjadi 30,8% pada tahun 2018. Hal ini juga diikuti dengan proporsi perilaku cuci tangan dengan benar pada penduduk umur di atas 10 tahun yaitu 47% (Riskesdas 2013) menjadi 49,8% (Riskesdas 2018). Selain itu, kebiasaan buang air besar di jamban juga semakin meningkat dari 82,6% (Riskesdas 2013) menjadi 88,2% (Riskesdas 2018). Penurunan angka kematian diare di Indonesia juga telah diamati sejak 1990 karena adanya kemajuan dalam penanganan sanitasi (Troeger et al., 2019).


Prevalensi stunting menurun 3,13% yang semula 30,8% menjadi 27,67% dalam kurun satu tahun (Survei Status Gizi Balita Indonesia 2019). Pandemi COVID-19 yang sudah terjadi dalam satu tahun terakhir ini telah menjadi tantangan dalam upaya penurunan kasus stunting. Padahal, pemerintah Indonesia menargetkan angka stunting turun hingga di angka 14 % atau di bawah 680 ribu per tahun pada tahun 2024 mendatang. Ajakan perilaku hidup sehat dan bersih dengan cuci tangan yang benar serta penggunaan jamban yang berstandar dan terpelihara perlu untuk lebih digencarkan dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19 serta penyakit-penyakit lainnya. Peningkatan kualitas sanitasi dan peningkatan akses air bersih secara inklusif juga menjadi target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) nomor 6. Strategi dan pendekatan untuk menjangkau seluruh anak-anak dan masyarakat di penjuru Indonesia terkait pasokan air, sanitasi, dan kebersihan perlu menjadi perhatian seluruh sektor.


Oleh karena itu, seruan kebiasaan hidup bersih dan sehat, pengelolaan sanitasi yang aman, dan penyediaan akses air bersih yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat merupakan prioritas utama untuk menurunkan kejadian stunting pada anak yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

Reference:

Air, Sanitasi, Higiene, dan Pengelolaan Limbah yang Tepat Dalam Penanganan Wabah COVID-19. Who.int. (2020). Retrieved 10 March 2021, from https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/who-unicef---air-sanitasi-higiene-dan-pengelolaan-limbah-yang-tepat-dalam-penanganan-wabah-covid-19.pdf?sfvrsn=bf12a730_2.

Cegah Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitasi. Sehat Negeriku. (2021). Retrieved 10 March 2021, from https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180407/1825480/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-makan-pola-asuh-dan-sanitasi-2/.

Flyer: Riskesdas 2018. Direktorat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. (2018). Retrieved 10 March 2021, from https://promkes.kemkes.go.id/flyer-riskesdas-2018.

Menko PMK: Target Angka 'Stunting' di Bawah 680 Ribu Per Tahun- Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. (2020). Retrieved 10 March 2021, from https://setkab.go.id/menko-pmk-target-angka-stunting-di-bawah-680-ribu-per-tahun/#:~:text=Menteri%20Koordinator%20Bidang%20Pembangunan%20Manusia,bawah%20680%20ribu%20per%20tahun.

Ngure, F. M., Reid, B. M., Humphrey, J. H., Mbuya, M. N., Pelto, G., & Stoltzfus, R. J. (2014). Water, sanitation, and hygiene (WASH), environmental enteropathy, nutrition, and early child development: Making the links. Annals of the New York Academy of Sciences, 1308, 118–128. https://doi.org/10.1111/nyas.12330

Odagiri, M., et al. (2020). Achieving the Sustainable Development Goals for water and sanitation in Indonesia – Results from a five-year (2013–2017) large-scale effectiveness evaluation. International Journal Of Hygiene And Environmental Health, 230, 113584. https://doi.org/10.1016/j.ijheh.2020.113584

Owino, V., Ahmed, T., Freemark, M., Kelly, P., Loy, A., Manary, M., & Loechl, C. (2016). Environmental Enteric Dysfunction and Growth Failure/Stunting in Global Child Health. Pediatrics, 138(6), e20160641. https://doi.org/10.1542/peds.2016-0641

Rah, J., Sukotjo, S., Badgaiyan, N., Cronin, A., & Torlesse, H. (2020). Improved sanitation is associated with reduced child stunting amongst Indonesian children under 3 years of age. Maternal & Child Nutrition, 16(S2). https://doi.org/10.1111/mcn.12741

STBM - Detail Tentang Kami. Stbm.kemkes.go.id. (2021). Retrieved 10 March 2021, from http://stbm.kemkes.go.id/app/about/1/about#:~:text=Sanitasi%20Total%20Berbasis%20Masyarakat%20(STBM,pemberdayaan%20masyarakat%20dengan%20metode%20pemicuan.&text=Indikatoroutcome%20STBM%20yaitu%20menurunnya%20kejadian,berkaitan%20dengan%20sanitasi%20dan%20perilaku.

Troeger, C., et al. (2020). Quantifying risks and interventions that have affected the burden of diarrhoea among children younger than 5 years: an analysis of the Global Burden of Disease Study 2017. The Lancet Infectious Diseases, 20(1), 37-59. https://doi.org/10.1016/s1473-3099(19)30401-3

Weiss, G., & Goodnough, L. T. (2005). Anemia of chronic disease. New England Journal of Medicine, 352, 1011–1023. https://doi.org/10.1056/NEJMra041809

Created by:

Sekar Putri Andriani - Liaison Officer to Government Organizations CIMSA Indonesia 2020/2021

Reviewed by:

dr. Agustina Sp.A., M.Kes

Designed by:

Matthew Guillaume – Publication and Promotion Team District 4 AMSA-Indonesia 2020-2021

bottom of page