Copy, cut and paste disabled


Sehat Mental Orang Tua dan Anak itu Penting!
top of page

Sehat Mental Orang Tua dan Anak itu Penting!

Updated: Oct 15, 2021



Kesehatan mental masih kurang diperhatikan dibandingkan kesehatan fisik, padahal setiap individu membutuhkan keseimbangan kedua aspek tersebut untuk bisa memberikan manfaat yang optimal di lingkungannya. Sejak 10 Oktober 1992, Federasi Dunia untuk Kesehatan Mental (WFMH=World Federation Mental Health) menginisiasi tanggal tersebut sebagai hari kesehatan mental sedunia dengan tujuan untuk advokasi pentingnya kesehatan mental dan mendidik masyarakat mengenai isu-isu yang relevan dengan kesehatan mental/kesehatan jiwa. Agar advokasi lebih terfokus, sejak 1994 tiap tahun ditentukan tema peringatan yang berbeda beda. Di tahun 2021, WFMH menentukan tema peringatan “Mental Health in an Unequal World – Kesehatan Mental di Dunia yang tidak setara” dengan penekanan kepada akses ke layanan kesehatan mental yang belum merata.



Kesehatan mental pada orang tua


WHO mendefinisikan kesehatan mental sebagai keadaan sejahtera di mana individu menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi situasi stress dalam kehidupan normal sehari hari, dapat bekerja secara produktif dan bermanfaat, dan mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat disekitarnya. Jika mengacu pada definisi tersebut, disekitar kita banyak orang tua yang sebenarnya memiliki permasalahan kesehatan mental, beberapa diantaranya yaitu:

  1. Kecemasan dan pengelolaannya. Berbagai sebab dapat menjadi pemicu munculnya kecemasan tersebut, misalnya cemas akan kekurangmampuan di aspek ekonomi hingga pada keterampilan pengasuhan. Kondisi akan semakin parah, saat orang tua tidak memiliki kemampuan untuk meredakan atau mengelola kecemasan tersebut.

  2. Marah dan kemampuan mengelola amarah. Mengasuh anak usia dini seringkali menjadi tantangan kesabaran tersendiri pada orang tua, apalagi ketika anak usia dini mulai eksplorasi dunia disekitarnya. Saat orang tua kurang mampu mengelola perilaku eksplorasi anak usia dini yang kemudian menyulut perasaan marah, penyalurannya biasanya berlanjut ke tindakan kekerasan pada anak. Atau, merasakan kelelahan emosional karena perasaan marah yang tidak tersalurkan.

  3. Stress saat periode kehamilan, proses kelahiran, hingga periode pengasuhan. Situasi yang paling sering dialami Ibu dimulai dengan baby blues syndrome yang muncul dalam hitungan hari hingga minggu yang bisa berlanjut ke depresi paska melahirkan, muncul dalam hitungan minggu hingga bulan. Kedua gangguan perasaan tersebut biasanya dipicu oleh ketakutan bahwa mereka tidak bisa lagi merasakan kebahagiaan setelah memiliki anak.

  4. Menghadapi kejadian traumatis. Kejadian traumatis bisa bermacam macam, misal mengalami kecelakaan, bencana alam, ataupun kehilangan orang terdekat kita. Ketidakmampuan menghadapi kejadian traumatis ini akan memicu pada gangguan kesehatan mental yang lebih serius (takut dan khawatir berlebihan, perasaan tidak berdaya dan tidak bermakna, perasaan sedih hingga mengganggu fungsi sehari hari, dll)

Kesehatan mental pada anak usia dini


Menjadi sehat secara mental selama masa kanak-kanak berarti mencapai tonggak perkembangan dan emosional serta belajar keterampilan sosial yang sehat dan bagaimana keterampilan mengatasi masalah. Anak yang sehat secara mental memiliki kualitas hidup yang positif dan dapat berfungsi dengan baik di rumah, di sekolah, dan di komunitasnya.

Jika gejalanya serius dan terus-menerus serta mengganggu aktivitas sekolah, rumah, atau bermain, anak tersebut dapat didiagnosis mengalami gangguan mental. Profesional kesehatan mental menggunakan pedoman dalam Manual Diagnostik dan Statistik The American Psychiatric Association, edisi Kelima (DSM-5)1, untuk membantu mendiagnosis gangguan kesehatan mental pada anak-anak. Beberapa gangguan tersebut, yaitu:

  1. Kecemasan, ketika seorang anak tidak mampu mengatasi ketakutan dan kekhawatiran yang khas pada anak kecil, atau ketika ada begitu banyak ketakutan dan kekhawatiran yang mengganggu aktivitas sekolah, rumah, atau bermain (misal sangat cemas saat jauh dari orang tua, ketakutan berlebihan pada suatu objek, ketakutan berada di lingkungan yang asing)

  2. ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) adalah salah satu gangguan perkembangan saraf yang paling umum pada masa kanak-kanak. Biasanya pertama kali didiagnosis pada masa kanak-kanak dan sering berlangsung hingga dewasa. Anak-anak dengan ADHD mungkin mengalami kesulitan memperhatikan, mengendalikan perilaku impulsif (mungkin bertindak tanpa memikirkan apa akibatnya), atau terlalu aktif.

  3. PTSD (post traumatic stress disorder), semua anak mungkin mengalami peristiwa yang sangat menegangkan yang mempengaruhi cara mereka berpikir dan merasa. Sebagian besar anak-anak pulih dengan cepat dan baik. Namun, terkadang anak-anak yang mengalami stres berat, seperti karena cedera, karena kematian atau ancaman kematian anggota keluarga dekat atau teman, atau karena kekerasan, akan berpengaruh dalam jangka panjang.


Self-Compassion untuk menjaga kesehatan mental orang tua



Self-compassion adalah bersikap baik kepada diri sendiri bahkan ketika hal-hal terjadi tidak seperti yang kita harapkan. Memahami apa yang kita rasakan perasaan, memperlakukan diri kita dengan kehangatan, perhatian, dan pengertian yang sama seperti yang kita berikan kepada seseorang yang kita sayangi. Juga mengakui bahwa perjuangan menghadapi berbagai tantangan adalah bagian dari kehidupan dan bahwa setiap orang mengalaminya.


Self-compassion mendukung kesehatan mental dan kesejahteraan kita, membantu mengurangi stres dan cemas sehingga kita lebih mampu memberi anak apa yang mereka butuhkan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Dan ketika kita mengasihani diri sendiri, kita adalah panutan yang baik untuk anak. Dengan menjadi teladan kebaikan untuk diri sendiri, kita membantu anak belajar bahwa tidak apa-apa untuk membuat kesalahan, memaafkan diri sendiri dan mencoba untuk berbuat lebih baik lain kali. Ini juga membantu anak mengembangkan belas kasih diri.


SDIDTK (Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang) pada anak usia dini sebagai bentuk deteksi kesehatan mental anak



Pada tahun 2007, Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyusun instrumen stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) untuk anak umur 0 sampai dengan 6 tahun. Instrumen itu diuraikan dalam Pedoman SDIDTK Anak di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Dua tahapan deteksi dini untuk memastikan kesehatan mental pada anak adalah: 1) pemeriksaan pra skrining perkembangan, termasuk aspek untuk kemampuan bicara-bahasa, kemandirian dan sosialisasi; 2) deteksi dini terhadap penyimpangan perilaku emosional dan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas (GPPH/ADHD).


Dalam pencegahan stunting, kesehatan mental tidak hanya untuk anak dalam usia perkembangan, tetapi juga penting untuk memastikan kesehatan mental orang tua supaya dapat menjalankan peran pengasuhan secara optimal, terutama pada 1000 hari pertama kehidupan dan periode emas hingga anak usia di bawah lima tahun (balita).


Referensi

  1. Modul Pengasuhan Responsif, sesi 5: Mempersiapkan Kelahiran, ChildFund International di Indonesia, 2020

  2. Modul Pengasuhan Responsif, sesi 21: Mengenali anak berkebutuhan khusus, ChildFund International di Indonesia, 2020

  3. Modul Pengasuhan Positif, seri Kesehatan Mental Pengasuh, ChildFund International di Indonesia, 2020

Created by:

Fitriana Herarti, M.Psi, Psikolog – Spesialis Perkembangan Anak

Reviewed by:

Dr. dr. Brian Sri Prahastuti, MPH – Health Policy & Stunting Reduction Expert

Designed by:

Rekianarsyi Arrasyidipa Narayaprawira Wiranto Putra


bottom of page