Copy, cut and paste disabled


Sehat Negeriku, Tumbuh Indonesiaku
top of page

Sehat Negeriku, Tumbuh Indonesiaku

Tepat pada tanggal 12 November 2021, kita memperingati 2 hal sekaligus, yaitu Hari Kesehatan Nasional ke-57 : “Sehat Negeriku, Tumbuh Indonesiaku”, dan World Pneumonia Day : "Pneumonia-Every Breath Counts”. Dan anak-anak adalah kelompok yang rentan untuk mengalami pneumonia, termasuk pada kondisi pandemi saat ini, sehingga dibutuhkan upaya serius untuk melindungi mereka.




Pneumonia adalah penyebab kematian anak terbesar dibandingkan penyakit menular lainnya. Di seluruh dunia, 800.000 balita meninggal karena pneumonia setiap tahunnya. Di Indonesia, lebih dari 19.000 balita meninggal karena pneumonia di 2018, atau lebih dari 2 anak setiap jam.1



Apa sebenarnya pneumonia itu?

Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang menyebabkan peradangan pada kantung-kantung udara kecil (alveoli) di dalam paru-paru. Gejalanya berupa demam, batuk dan sesak napas. Alveoli dapat terisi dengan begitu banyak cairan dan nanah sehingga sulit untuk bernapas. Paru kita adalah satu-satunya tempat untuk pertukaran oksigen antara dunia luar dan tubuh, jika terjadi sesuatu pada paru-paru maka pertukaran oksigen akan terganggu yang selanjutnya akan menyebabkan kita menjadi sesak napas karena kekurangan oksigen atau hipoksia. Anak yang mengalami hipoksia dapat dilihat dari gejala dan tanda-tandanya yaitu sesak napas atau kesulitan bernapas, napas cepat, muncul cekungan di dada bagian bawah saat anak bernapas, terlihat biru, napas terangguk-angguk, pada anak yang lebih kecil jadi lebih rewel, tidak bisa makan dan minum, bahkan bisa muntah, lemas/kelelahan dan tidak sadarkan diri.2,3 Jika hal ini terjadi, segera bawa ke fasilitas kesehatan.


WHO dan UNICEF mengintegrasikan rencana aksi global untuk penanganan pneumonia dalam GAPPD (Global Action Plan for the Prevention and Control of Pneumonia and Diarrhoea) bertujuan untuk mempercepat pengendalian pneumonia dengan kombinasi intervensi untuk melindungi (protect), mencegah (prevent), dan mengobati (treat) pneumonia pada anak pada April 2013 untuk tercapainya nol kematian akibat pneumonia dan diare di tahun 2025 kelak.4


Nutrisi yang cukup adalah kunci untuk meningkatkan pertahanan alami anak, dimulai dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan. Selain efektif dalam mencegah radang paru-paru, juga membantu mengurangi lama sakit jika anak jatuh sakit.5


ASI terutama kolostrum, memiliki perlindungan karena adanya kandungan antibodi, laktoferin, leukosit yang dapat melindungi bayi dari bakteri, virus, jamur dan parasit. Bayi yang disusui memiliki angka kejadian, hospitalisasi dan mortalitas terhadap infeksi pneumonia lebih rendah dibanding yang tidak disusui.6 Antibodi IgA dan IgG spesifik terhadap SARS-CoV-2 juga ditemukan pada ASI, baik dari ibu yang telah divaksin maupun ibu yang pernah terinfeksi Covid-19.7,8


Nutrisi yang adekuat dilanjutkan dengan pemberian MPASI dengan gizi lengkap seimbang dan melanjutkan ASI sampai 2 tahun atau lebih. Anak yang memiliki status gizi baik tentunya lebih tidak mudah sakit dan juga dapat pulih lebih cepat jika sakit.


Pneumonia juga merupakan komplikasi dari beberapa penyakit lain, seperti penyakit campak, pertusis, dan-lain-lain. Oleh karena itu sangat penting untuk melengkapi vaksinasi pada anak. Berikut vaksinasi yang dapat melindungi anak dari tingkat keparahan dan kematian akibat pneumonia:

  1. Vaksin PCV, untuk penyakit pneumokokus akibat infeksi Streptococcus pneumoniae (penyebab pneumonia yang paling umum pada anak).

  2. Vaksin campak atau sekarang diberikan vaksin MMR, untuk penyakit campak akibat virus Rubella.

  3. Vaksin Hib, untuk penyakit Haemophilus influenza tipe b.

  4. Vaksin Influenza, untuk penyakit influenza.

  5. Vaksin DPT, untuk penyakit pertusis.

  6. Vaksin Varicella, untuk penyakit cacar air.

  7. Vaksin Coronavac, untuk penyakit Covid -19, dan kini sudah direkomendasikan oleh IDAI untuk anak di atas 6 tahun. Dan diharapkan cakupan imunisasi dapat tercapai sehingga terbentuk herd immunity atau kekebalan kelompok.9,10

Imunisasi dasar lainnya pun penting bagi bayi dan anak sampai umur 18 bulan untuk melindungi dari berbagai penyakit berbahaya lain yang telah berjalan selama ini. Apabila banyak bayi dan balita yang tidak mendapat imunisasi dasar lengkap kelak dapat terjadi wabah berbagai penyakit lain yang akan mengakibatkan banyak anak sakit berat, cacat, atau meninggal.11


Pencegahan terhadap pneumonia sangat penting dilakukan dengan pola hidup bersih dan sehat seperti mencuci tangan. Karena penularan pneumonia juga melalui droplet, sama seperti protokol kesehatan lainnya, hendaklah selalu mencuci tangan memakai sabun/hand sanitizer. Pada masa pandemi ini juga diharapkan tetap selalu menggunakan masker dan menjaga jarak. Cara pencegahan ini sederhana namun sangatlah efektif.


Selain itu anak perlu dihindarkan dari paparan polusi udara termasuk asap rokok, penggunaan obat nyamuk bakar dan polusi lainnya. Paparan polusi udara rumah tangga meningkatkan hampir dua kali lipat risiko pneumonia pada masa kanak-kanak dan bertanggung jawab atas 45% dari semua kematian pneumonia pada anak-anak di bawah 5 tahun.5


Untuk pengobatan pneumonia, difokukan pada kepastian bahwa setiap anak yang sakit memiliki akses ke perawatan yang tepat, baik dari petugas kesehatan berbasis masyarakat, atau di fasilitas kesehatan jika penyakitnya parah, dan dapat memperoleh antibiotik yang tepat dan oksigen yang dibutuhkan untuk sembuh.12


Perlu diingat bahwa pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit. Dan pneumonia juga bisa sebagai komplikasi yang disebabkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2 pada COVID-19. Semuanya memiliki cara penanganan yang berbeda. Di sini dibutuhkan rasionalitas penggunaan antibiotik, antiviral, antifungal dan antiparasit untuk mencegah resistensi mikroba, perawatan yang tidak efisien, peningkatan kecacatan dan kematian, serta biaya perawatan yang tidak perlu.13

Tanggal 18-24 November 2021 kita juga memperingati World Antimicrobial Awareness Week (WAAW), : “Spread Awareness, Stop Resistance" dengan slogan 'Antimicrobials: Handle with Care'. Salah satu tujuan kampanye rasionalisasi penggunaan antibiotik ini adalah untuk mencegah terjadinya resistensi antimikroba, yaitu ketika bakteri, virus atau jamur dapat berubah dari waktu ke waktu dan tidak lagi merespon obat-obatan. Hal ini membuat infeksi lebih sulit diobati dan meningkatkan risiko penyebaran penyakit, keparahan dan kematian.14


Penggunaan antibiotik yang rasional tetap menjadi masalah yang signifikan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat dikaitkan dengan sejumlah faktor, termasuk dari pihak tenaga kesehatan, fasilitas diagnostik, fasilitas kesehatan, industri farmasi dan kepatuhan pasien. Diperlukan pedoman terapi untuk penanganan pneumonia di setiap fasilitas kesehatan dan kebijakan sektor kesehatan.13



Penutup

ASI Eksklusif sangat penting dalam upaya pencegahan terjadinya radang paru (pneumonia) khususnya semasa pandemik ini. Tantangannya adalah bagaimana menselaraskan peran penting ini dengan peran dan tugas bersama berbagai lapis masyarakyat untuk bisa bersama-sama berupaya membuat menyusui lebih mudah dilakukan, aman, dan bermanfaat untuk ibu dan terutama bayi. Sehingga angka kesakitan dan kematian dapat ditekan terutama saat situasi sekarang. Promosi, program konseling dan pendekatan komunitas haruslah menjadi fokus utama untuk memberdayakan semua lapis profesi terutama di bidang kesehatan.


Reference:

  1. UNICEF Indonesia. (2020). Kenali 6 Fakta tentang Pneumonia pada Anak. https://www.unicef.org/indonesia/id/stories/6-fakta-pneumonia

  2. UKK Respirologi. (2020). Bahaya Pneumonia Selalu Mengintai Anak-anak Kita. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/pneumonia-selalu-mengintai-anak-anak-kita

  3. WebMD, LLC. (2021). Coronavirus and Pneumonia. https://www.webmd.com/lung/covid-and-pneumonia

  4. WHO dan UNICEF. (2013). Ending Preventable Child Death from Pneumonia and Diarrhoea by 2025 : The integrated Global Action Plan for Pneumonia and Diarrhoea (GAPPD). Geneva :WHO

  5. Lamberti et al. (2013). Breastfeeding for reducing the risk of pneumonia morbidity and mortality in children under two: a systematic literature review and meta-analysis. BMC Public Health, 13(S18). http://www.biomedcentral.com/1471-2458/13/S3/S18

  6. Pearl et al. (April 2021). SARS-CoV-2–Specific Antibodies in Breast Milk After COVID-19 Vaccination of Breastfeeding Women. JAMA, 325(19), 2013-2014. doi:10.1001/jama.2021.5782

  7. Juncker et al. (Juni 2021). Antibodies Against SARS-CoV-2 in Human Milk: Milk Conversion Rates in the Netherlands. Journal of Human Lactation. https://doi.org/10.1177/08903344211018185

  8. Ostapchuk et al. (2004). Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children. American Family Physician , 70(5), 899-908. https://www.aafp.org/afp/2004/0901/p899.html

  9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Indonesia Tegaskan Komitmen Pencegahan Pneumonia di Forum Internasional. https://www.kemkes.go.id/article/view/20013100002/indonesia-tegaskan-komitmen-pencegahan-pneumonia-di-forum-internasional.html

  10. Pengurus Pusat IDAI. (2020). Rekomendasi Imunisasi Anak pada Situasi Pandemi COVID-19. https://www.idai.or.id/tentang-idai/pernyataan-idai/rekomendasi-imunisasi-anak-pada-situasi-pandemi-covid-19

  11. Andrajati et al. (2017). Factors related to rational antibiotic prescriptions in community health centers in Depok City, Indonesia. Journal of Infection and Public Health, 10(1), 41-48. https://doi.org/10.1016/j.jiph.2016.01.012

  12. WHO. (2021). World Antimicrobial Awareness Week 2021 - Spread awareness, stop resistance. https://www.who.int/news/item/26-08-2021-world-antimicrobial-awareness-week-2021-spread-awareness-stop-resistance


Created by:

dr. Juliana Marsha - Konselor Menyusui (Sahabat Menyusui)

dr. Felicia Hayati - Konselor Menyusui (Sahabat Menyusui)

Reviewed by:

dr. Agustina, Sp.A., M.Sc - Dokter Spesialis Anak

Designed by:

Rekianarsyi Arrasyidipa Narayaprawira Wiranto Putra



bottom of page