Copy, cut and paste disabled


top of page
Writer's pictureCegah Stunting

Revitalisasi Posyandu

Updated: Apr 30, 2021

Status gizi dan kesehatan ibu dan anak adalah penentu kualitas sumber daya manusia. Periode seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) yang dimulai sejak 270 hari selama masa kehamilan dan 730 hari pertama pada kehidupan bayi sering disebut window of opportunities atau periode emas didasarkan pada bukti bahwa pada masa ini terjadi proses tumbuh kembang yang sangat cepat dan bersifat sensitif. Sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap anak pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Dampak yang timbul tidak hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasannya, yang pada usia dewasa terlihat dari ukuran fisik yang tidak optimal serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi. Pemenuhan asupan gizi pada 1000 HPK anak sangat penting, dengan asupan gizi yang optimal maka kejadian malnutrisi anak bisa dicegah sejak awal.


Scaling Up-Nutrition (SUN) Movement merupakan sebuah gerakan global di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal PBB yang bertujuan untuk menurunkan masalah gizi pada seribu Hari Pertama Kehidupan. Di Indonesia, gerakan Scaling Up Nutrition dikenal dengan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK) dengan landasan berupa Peraturan Presiden (Perpres) nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.


Permasalahan kesehatan masyarakat secara nasional khususnya ibu dan balita masih cukup banyak. Seperti Angka Kematian Ibu (AKI) berdasarkan data SKDI tahun 2017 adalah 177 kematian per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 24/1.000 kelahiran hidup. Indonesia memiliki targetSustainable Development Goals (SDGs) di tahun 2030 untuk menekan AKI hingga 70/100.000 kelahiran hidup serta menekan AKB hingga 12/1.000 kelahiran hidup. Berdasar Riskesdas 2018, anemia pada ibu hamil mencapai 48,9%, angka Inisiasi Menyusu Dini (IMD) hanya sebesar 58,2%, angka menyusui eksklusif 0-5 bulan sebesar 37,3%, dan stunting pada balita mencapai 30,8% (pendek 19,3% dan sangat pendek 11,5%). Negara menargetkan menekan angka stunting hingga 14% di tahun 2024.


Kesehatan merupakan hak azasi yang tercantum dalam UUD 1945, pasal 28 H ayat 1 dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, sekaligus merupakan suatu investasi, sehingga perlu diupayakan, diperjuangkan dan ditingkatkan oleh setiap individu maupun seluruh komponen bangsa, agar masyarakat dapat menikmati hidup sehat, dan dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Namun upaya peningkatan kesehatan bukanlah tanggung jawab pemerintah saja, melainkan juga tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta. Sumberdaya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan.



Posyandu adalah salah satu bentuk upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Kegiatan yang diadopsi berbagai negara untuk membantu menurunkan angka kematian ibu dan bayi yang disusun dengan konsep GOBI-3F (Growth Monitoring, Oral Rehidration, Breast feeding, Immunization, Female Education, Family planning and Food Suplement). Posyandu mulai tumbuh ditengah masyarakat Indonesia sejak tahun 1975, dan pertama kali dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tahun 1986, di Yogyakarta, bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional. Posyandu berupaya untuk pengembangan kualitas sumberdaya manusia dengan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak dapat dilaksanakan secara merata, apabila sistim pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat seperti Posyandu dapat dilakukan secara efektif dan efisien dan dapat menjangkau semua sasaran yang membutuhkan layanan kesehatan anak, ibu hamil, ibu menyusui dan ibu nifas.



Semenjak masa pandemi, sebagian besar kegiatan posyandu dihentikan, untuk mengikuti aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya menghindari kerumunan untuk mencegah penularan Covid-19. Mengingat pentinganya Posyandu dalam upaya peningkatan kesehatan dan tumbuh kembang bayi, balita dan ibu hamil yang merupakan kelompok rentan, maka diperlukan pengaktifan kembali kegiatan Posyandu.

Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001, Revitalisasi Posyandu adalah suatu upaya untuk meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu. Di mana secara garis besar tujuan Revitalisasi Posyandu adalah (1) terselenggaranya kegiatan Posyandu secara rutin dan berkesinambungan; (2) tercapainya pemberdayaan tokoh masyarakat dan kader melalui advokasi, orientasi, pelatihan atau penyegaran, dan (3) tercapainya pemantapan kelembagaan Posyandu.

Pada tanggal 24 Maret 2020, Kementrian Kesehatan mengeluarkan petunjuk teknis pelayanan imunisasi pada masa pandemi covid-19 yang menjadi acuan bagi petugas kesehatan di lapangan. Pada Rapat Terbatas tanggal 5 Agustus 2020, Presiden Joko Widodo memberi arahan untuk membuka kembali posyandu dengan memperhatikan protokol kesehatan.



Pelayanan utama yang diberikan di Posyandu sangat erat kaitannya dengan 1000 HPK yaitu mencakup Kesehatan Ibu dan Anak (ibu hamil, ibu nifas dan menyusui, bayi dan anak balita), Keluarga Berencana, Imunisasi, Gizi, Pencegahan dan Penanggulangan Diare. Masyarakat dapat menambah kegiatan baru di Posyandu di samping 5 (lima) kegiatan utama tadi, seperti perbaikan kesehatan lingkungan, pengendalian penyakit menular dan kegiatan-kegiatan pengembangan desa lainnya.


Dalam pedoman Infant and Young Child Feeding, WHO merekomendasikan menyusui eksklusif dalam 6 bulan pertama, pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang dimulai sejak usia 6 bulan, serta tetap melanjutkan menyusui hingga usia 2 tahun atau lebih. Kemudian WHO juga merekomendasikan minimal 6 kali kontak konseling menyusui bagi ibu dan calon ibu yang dimulai sejak masa kehamilan hingga anak berusia 2 tahun. Kedua rekomendasi ini sangat erat kaitannya dengan berbagai kegiatan yang diselenggarakan di Posyandu sehingga revitalisasi Posyandu akan sangat bermakna dalam mendukung tercapainya Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka 1000 HPK.


Pemantauan pertumbuhan dapat dilakukan di tingkat Posyandu secara rutin. Anak yang sehat akan menunjukkan pertumbuhan yang optimal, apabila diberikan lingkungan bio-fisiko-psikososial yang adekuat. Faktor penentu kualitas pertumbuhan anak adalah faktor intrinsik (genetik, kelainan kongenital, dan hormonal) dan faktor ekstrinsik (kualitas dan kuantitas nutrisi, penyakit kronik, serta gangguan emosional).



Penilaian pertumbuhan bayi dan balita diperoleh dari pengukuran antropometri secara berkala, agar dapat menilai perubahan yang terjadi dengan grafik pertumbuhan dalam buku KIA. Selain berisi KMS, buku KIA juga berisi pesan-pesan penting dan catatan kesehatan ibu dan anak. Informasi dan panduan pemantauan Ibu hamil dan tumbuh kembang anak di buku KIA revisi terbaru tahun 2020, diharapkan dapat lebih mendukung kesehatan ibu dan tumbuh kembang anak.


Mari kita semua sukseskan revitalisasi Posyandu, kita mulai dari diri sendiri. Ayo kita ikut ambil peran yang sesuai, baik sebagai pejabat negara, tokoh masyarakat, Ibu PKK, Kader Posyandu, tenaga kesehatan, Ibu hamil, dan orangtua. Segera kita aktifkan kembali pemeriksaan kesehatan ibu dan anak secara rutin dengan memenuhi protokol kesehatan yang telah disepakati. Ayo kita ke Posyandu, dan jangan lupa untuk membawa buku KIA nya. Yuk, ke Posyandu!


Reference

  1. Pedoman Pengelolaan Umum Posyandu, Kementrian Kesehatan RI bekerja sama dengan Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL POSYANDU), 2011

  2. Panduan Pelayanan Kesehatan Balita Pada Masa Pandemi Covid-19 Bagi Tenaga Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI, 2020

  3. Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK), 2013

  4. Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO, 2003

  5. Infant and Young Child Feeding Model Chapter for Textbooks for Medical Students and Allied Profesionals, WHO, 2009

  6. Guideline: Counseling of Women to Improve Breasfeeding Practices, WHO, 2018

  7. Pemantauan Pertumbuhan Anak, IDAI, 2016

  8. Hasil Utama RISKESDAS 2018, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018


Created by: dr. Lea Sutrisna Sp.A - Konselor Menyusui, Dokter Spesialis Anak ( Sahabat Menyusui)

dr. Felicia Hayati - Konselor Menyusui ( Sahabat Menyusui)

dr. Andina Firza Raden - Konselor Menyusui ( Sahabat Menyusui) Reviewed by: dr. Juliana Marsha - Konselor Menyusui ( Sahabat Menyusui) Designed by: Matthew Guillaume – Publication and Promotion Team District 4 AMSA-Indonesia 2020-2021




Comments


bottom of page