Copy, cut and paste disabled


Stunting and Tuberculosis: Bagaimana Hubungannya?
top of page

Stunting and Tuberculosis: Bagaimana Hubungannya?



Tuberkulosis dan stunting merupakan dua penyakit dengan prevalensi yang tinggi pada beberapa daerah di seluruh dunia dengan jumlah pengidap dan kematian yang tidak tanggung-tanggung lagi termasuk di Indonesia. Indonesia adalah negara dengan beban TB tertinggi kedua di dunia setelah India dan tertinggi kelima di dunia untuk stunting. Di tahun 2018 tuberkulosis dan stunting telah dijadikan Kementerian Kesehatan RI sebagai program prioritas pembangunan di sektor kesehatan bahkan sampai menginjak di tahun 2021 ini Menteri Kesehatan RI memfokuskan pada enam masalah kesehatan yang disebut program nasional yang termasuk pencegahan stunting serta peningkatan pengendalian penyakit menular.



Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (berusia dibawah lima tahun) yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis dan ditandai dengan panjang atau tinggi badannya yang berada dibawah standar. Stunting sendiri telah berkontribusi sebesar 15-17 persen kasus kematian pada anak sehingga merupakan suatu ancaman serius bagi kesejahteraan Indonesia. Selain itu, anak dengan stunting akan memiliki tingkat kecerdasan yang tidak maksimal, menjadikan anak tersebut lebih rentan terhadap penyakit, dan menurunnya tingkat produktivitas di masa depan sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar ketimpangan. Riset kesehatan Dasar di tahun 2018 bahkan telah menunjukkan bahwa prevalensi stunting adalah sebesar 30% dimana artinya satu dari tiga balita mengalami stunting.


Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dimana umumnya mereka akan menyerang paru namun bisa juga menyerang organ tubuh lain terutama pada kelenjar getah bening. Tuberkulosis sangat berbahaya karena bisa menyerang siapa saja namun paling sering pada anak, orang tua, orang dengan daya tahan tubuh yang lemah, dan yang dengan penyakit komorbid. Saat ini kasus TB di Indonesia telah mencapai estimasi 842.000 kasus dan 60.676 nya terjadi pada anak. Sebagian besar orang tua menganggap TB sebagai penyakit menakutkan, namun sayangnya praktisi tidak mengganti istilah TB anak sebagai “Fleck Paru” atau bronkitis.


Keduanya tidak dapat dipisahkan, pasalnya, hubungan antara tuberkulosis dan stunting telah diakui semenjak bertahun-tahun lamanya. Mereka menimbulkan hubungan bolak balik yang dimana tuberkulosis bisa menimbulkan stunting dan stunting juga bisa meningkatkan kemungkinan TB latent untuk menjadi TB aktif.


Salah satu faktor resiko dari TB adalah gangguan gizi yang dimana dapat menyebabkan gangguan pada sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi. Status gizi merupakan faktor penting bagi terjadinya infeksi. Tubuh bisa melawan infeksi dengan baik apabila dimbangi dengan makanan bergizi dalam jumlah yang cukup. Anak dengan gizi baik mampu mencegah penyebaran penyakit namun anak dengan stunting yang terinfeksi TB dapat menyebabkan TB untuk menjadi aktif. Menurut The Indonesian Journal of Infectious Disease, balita dengan stunting beresiko 2.96 kali untuk sakit tuberkulosis dan balita yang severely stunting beresiko 8.18 kali. Anak-anak yang masih sangat kecil mempunyai kekebalan tubuh yang lemah. Kekebalan tubuh tersebut akan semakin menurun apabila anak menderita kekurangan gizi sehingga semakin rentan terhadap kuman TB. Maka dari itu semakin rendah status gizi seorang anak maka semakin besar risikonya untuk sakit tuberkulosis dibanding anak dengan gizi normal.



Sama dengan sebaliknya, tuberkulosis juga dapat menyebabkan kekurangan gizi pada anak yang menyebabkan stunting. Kondisi kekurangan gizi bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor salah satunya adalah penyakit kronis, termasuk TB. Tuberkulosis sendiri dikatakan sebagai penyakit infeksi kronis yang apabila tidak segera diobati dapat berpengaruh pada pertumbuhan yang terganggu dan bisa menyebabkan stunting. Ini dikarenakan oleh anak yang terkena tuberkulosis memiliki nafsu makan yang kurang sehingga gizi nya pun kurang, berat badan menurun, lalu menyebabkan stunting. Tuberkulosis sering dihubungkan dengan kondisi kekurangan gizi yang sangat berat bahkan lebih berat dari penyakit kronis lain, seperti pada penelitian di India yang menunjukkan bahwa status nutrisi pasien TB lebih parah dari leprosy. Maka dari itu sangat diperlukan energi dan nutrisi/gizi yang cukup bagi anak atau anak dengan tuberkulosis karena mereka membutuhkan energi dan nutrisi/gizi lebih banyak untuk pertumbuhan dan mencegah tuberkulosis menjadi semakin parah.


Pertanyaannya adalah sebenarnya apa yang akan terjadi apabila kedua nya tidak segera diobati? Maka akan menjadi semakin lebih berat lagi dan pengobatan pun menjadi semakin sulit. TB yang tidak kunjung diobati akan menjadi lebih resisten terhadap pengobatan dan berat badan akan semakin menurun. Stunting yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan kesulitan belajar bagi anak, adanya gangguan kognitif, dan gangguan pada kehidupannya di kemudian hari seperti gangguan metabolisme dan perkembangan otak.


Mengingat prevalensinya yang cukup tinggi di Indonesia, kedua penyakit tersebut telah menjadi dua program prioritas di bidang kesehatan. Pemerintah sudah mewajibkan vaksinasi BCG bagi anak sekarang yang bertujuan untuk mencegah infeksi berat TB pada anak. TB berat dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan dan dapat menyebabkan stunting di kemudian hari, maka dari itu secara tidak langsung BCG berkontribusi untuk mengurangi angka stunting. Program lainnya meliputi pemenuhan kecukupan gizi 100 hari pertama kehidupan dengan pemberian makanan tambahan untuk meningkatkan status gizi anak, peningkatan sanitasi lingkungan, dsb untuk pencegahan stunting. Pemerintah pun telah meluncurkan program Toss TBC yaitu “Temukan Obati Sampai Sembuh” yang bertujuan untuk pencegahan TBC. Namun itu semua tidak cukup, juga diperlukan adanya penguatan pelayanan kesehatan masyarakat untuk menjadi semakin tanggap terhadap penanganan tuberkulosis dan stunting.



Setiap tahunnya di tanggal 25 Januari dan 24 Maret, dinyatakan sebagai hari gizi dan hari tuberkulosis yang diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kedua penyakit berbahaya ini. Adanya pemeliharaan dari status gizi dan pengobatan yang segera bisa menjadi salah satu tiket emas untuk membangun Indonesia yang lebih sehat dan lebih kuat terhadap serangan penyakit.


Reference:

  1. Kerjasama Multi sektor untuk Menurunkan Stunting dan Eliminasi TB [Internet]. Kemkes.go.id. 2021 [cited 26 February 2021]. Available from: https://www.kemkes.go.id/article/view/18112300002/kerjasama-multi-sektor-untuk-menurunkan-stunting-dan-eliminasi-tb.html.

  2. Findi M. Hari Gizi Nasional: Gizi dan Tuberkulosis [Internet]. Yki4tbc.org. 2021 [cited 26 February 2021]. Available from: https://yki4tbc.org/news-default/226-hari-gizi-nasional-gizi-dan-tuberkulosis.html.

  3. Prihartono N. HUBUNGAN STUNTING DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA BALITA [Internet]. 1st ed. Jakarta: The Indonesian Journal of Infectious Disease; 2021 [cited 26 February 2021]. Available from: https://media.neliti.com/media/publications/261809-none-5c5451ad.pdf.

  4. Enam Isu Kesehatan Jadi Fokus Kemenkes di Tahun 2021 [Internet]. Kemkes.go.id. 2021 [cited 26 February 2021]. Available from: https://www.kemkes.go.id/article/view/20081500001/enam-isu-kesehatan-jadi-fokus-kemenkes-di-tahun-2021.html#:~:text=Adapun%20keenam%20kegiatan%20prioritas%20tersebut,untuk%20penanganan%20pandemi%2C%20penguatan%20Gerakan.

  5. Stunting [Internet]. Cegahstunting.id. 2021 [cited 26 February 2021]. Available from: https://cegahstunting.id/en/stunting/#1587850135069-fd3ffb9f-5ad9.

  6. Penyakit TBC [Internet]. Stoptbindonesia.org. 2021 [cited 26 February 2021]. Available from: https://www.stoptbindonesia.org/informasi-tbc.

  7. Situasi TBC di Indonesia [Internet]. TBC Indonesia. 2021 [cited 26 February 2021]. Available from: https://tbindonesia.or.id/informasi/tentang-tbc/situasi-tbc-di-indonesia-2/.

  8. Gupta K, Gupta R, Atreja A, Verma M, Vishvkarma S. Tuberculosis and Nutrition [Internet]. NCBI. 2021 [cited 26 February 2021]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2813110/#:~:text=Malnutrition%20can%20lead%20to%20secondary,altered%20metabolism%20leading%20to%20wasting.

  9. Kanabus A. Nutrition & TB - Malnutrition, under nutrition, assessment [Internet]. TBFacts. 2021 [cited 26 February 2021]. Available from: https://tbfacts.org/nutrition-tb/.

  10. 4 Dampak Stunting pada Anak yang Harus Diwaspadai [Internet]. klikdokter.com. 2021 [cited 26 February 2021]. Available from: https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3619821/dampak-stunting-pada-masa-depan-anak#:~:text=Dampak%20jangka%20pendek%20stunting%20bisa,otak%2C%20hingga%20memengaruhi%20kecerdasan%20anak.

  11. Pemenuhan Gizi Pada 1000 Hari Pertama Kehidupan [Internet]. Kemkes.go.id. 2021 [cited 26 February 2021]. Available from: https://www.kemkes.go.id/article/view/2014/penuhi-kebutuhan-gizi-pada-1000-hari-pertama-kehidupan.html.

  12. TB Anak [Internet]. TBC Indonesia. 2021 [cited 26 February 2021]. Available from: https://tbindonesia.or.id/pustaka/pedoman/tb-anak/.


Created by:

Kezia Rachel Priscilla - Ambassador of Public Health for District 5 AMSA-Indonesia 2020/2021

Reviewed by:

dr. Agustina, Sp.A., M.Kes - Dokter Spesialis Anak

Designed by:

Rekianarsyi Arrasyidipa Narayaprawira Wiranto Putra

bottom of page