Copy, cut and paste disabled


Stunting vs Kesenjangan Sosial Ekonomi
top of page

Stunting vs Kesenjangan Sosial Ekonomi

Updated: Apr 8, 2021

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan penurunan prevalensi stunting di tingkat nasional yang semula 37,2% pada tahun 2013 menjadi 30,8% di tahun 2018. Meskipun begitu, angka ini masih tergolong tinggi karena di atas 20%. Pada Rapat Koordinasi Nasional Kemitraan Program Bangga Kencana di Istana Negara tanggal 28 Januari 2021 yang lalu, Presiden Jokowi secara optimis menargetkan prevalensi stunting menjadi 14% di tahun 2024. Beliau mengatakan bahwa angka ini bisa tercapai jika dikelola dengan manajemen yang baik.


Angka stunting secara tidak langsung dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan tempat tinggal (misalnya perkotaan (urban) atau pedesaan (rural)), tingkat kesejahteraan, dan tingkat pendidikan Kepala Rumah Tangga.



Kesenjangan menurut tempat tinggal


Jumlah balita pendek yang berasal dari wilayah pedesaan jauh lebih banyak. Hal ini erat kaitannya dengan kurangnya akses pelayanan kesehatan, akses air bersih, akses jamban sehat, dan prasarana lainnya di daerah pedesaan.



Kesenjangan prevalensi status gizi pendek juga terjadi antar provinsi. Berdasarkan Riskesdas (2018), Papua (15,1%) dan Sulawesi Barat (9,2%) adalah dua provinsi dengan prevalensi balita sangat pendek tertinggi. Sementara Bali (0,4%) dan DKI Jakarta (1,2%) adalah dua provinsi dengan prevalensi balita sangat pendek terrendah. Kesenjangan ini terlihat jelas, daerah yang semakin dekat dengan pulau jawa cenderung memiliki prevalensi yang lebih rendah. Jika dilihat berdasarkan prevalensi balita pendek, Gorontalo (35,3%) dan Sulawesi Barat (33,7%) memiliki prevalensi yang paling tinggi. Sedangkan Bali (10%) dan Kepulauan Riau (14,1%) adalah dua provinsi dengan prevalensi terrendah.


Kesenjangan menurut tingkat kesejahteraan


Tingkat kesejahteraan keluarga dikelompokkan menjadi 5 kuintil, dimana kuintil 1 adalah kelompok yang paling tidak sejahtera sedangkan kuintil 5 adalah kelompok paling sejahtera (Litbangkes, 2015). Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi status gizi pendek pada kuintil 1 mencapai 48,4% sedangkan pada kuintil 5 hanya sekitar 29%. Artinya, kesenjangan berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarga balita terlihat sangat jelas karena prevalensi stunting antara balita yang berasal di rumah tangga kuintil 1 hampir dua kali lipat dibandingkan dengan balita dari keluarga berstatus ekonomi kuintil 5.


Kesenjangan menurut tingkat pendidikan


Tingkat pendidikan Kepala Rumah Tangga akan memengaruhi kemampuannya dalam pemenuhan gizi keluarga, baik secara materil ataupun immateril. Hal ini akan berpengaruh terhadap pengetahuan orang tua untuk memberikan pola asuh, pola makan, dan sanitasi yang baik. Kurangnya pengetahuan orang tua akan meningkatkan risiko anak mengalami stunting.



Laporan yang dikeluarkan World Bank pada tahun 2016 menunjukkan bahwa stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan produktivitas pasar kerja dengan potensi kehilangan 11% GDP serta dapat mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20%. Alhasil, stunting akan memperburuk kesenjangan karena mengurangi 10% dari total pendapatan seumur hidup sehingga siklus kemiskinan antargenerasi akan terus terjadi.


Bertepatan dengan Hari Kesehatan Sedunia tanggal 7 April 2021 yang bertemakan “building a fairer, healthier world”, yuk kita bersama-sama membangun dunia yang lebih sehat dan berkeadilan dengan ikut berpartisipasi dalam pencegahan stunting. Caranya, Sobat cukup terapkan pola asuh, pola makan, dan sanitasi yang baik agar Si Kecil terbebas dari stunting!

Reference:

  1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI.

  2. Badan Penelitian dan Pengembangan kementrian Kesehatan RI. 2015. Pendek (Stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Jakarta: Lembaga Penerbit Balitbangkes

  3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI.

  4. World Bank. 2016. Brief: Investing in the Early Years. Jakarta: World Bank.


Created By:

Naura Delfi Meisara, S.T.P

Reviewed by:

DR. dr. Brian Sri Prahastuti, MPH - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden

Designed by:

Rekianarsyi Arrasyidipa Narayaprawira Wiranto Putra


bottom of page