Copy, cut and paste disabled


Masalah Anemia dalam Daur Kehidupan
top of page

Masalah Anemia dalam Daur Kehidupan



Daur kehidupan pada prinsipnya adalah suatu perputaran (daur atau siklus). Jika berbicara daur kehidupan dalam konteks gizi, dapat diartikan bahwa kondisi kesehatan pada satu tahap dapat dipengaruhi oleh tahap sebelumnya. Sebagai contoh, remaja putri (rematri) yang menderita anemia jika tidak segera ditangani akan terus mengalami anemia hingga wanita usia subur (WUS). WUS ini kemudian menikah dan hamil menjadi ibu hamil anemia. Ibu dengan kondisi ini dapat mengalami Kurang Energi Kronik (KEK) yang akan meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) atau mengalami komplikasi dalam persalinan hingga kematian. Bayi dengan BBLR jika tidak diintervensi dengan baik dapat menjadi anak balita yang menderita Kurang Energi Protein (KEP) dan stunting. Balita perempuan dengan KEP berpotensi tumbuh menjadi remaja putri dengan gangguan pertumbuhan atau KEK yang pada akhirnya berisiko menjadi ibu hamil yang KEK. Sehingga siklus malnutrisi ini akan terus terjadi.



Anemia adalah satu dari tiga masalah gizi yang ada di Indonesia. Indonesia dibebani dengan tiga beban masalah gizi (triple burden) yaitu gizi kurang (seperti stunting dan wasting), gizi lebih (obesitas) serta kekurangan zat gizi mikro (seperti Anemia Defisiensi Besi).1 Anemia Defisiensi Besi (ADB) sudah menjadi masalah gizi di semua siklus kehidupan. ADB ini terjadi akibat kekurangan mikronutrien zat besi (Fe) dan kurangnya asupan protein. Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, sebanyak 32% atau 3 – 4 dari 10 remaja di Indonesia mengalami anemia, bahkan 48,9% ibu hamil mengalami anemia.2


Dengan demikian, diperlukan intervensi dalam setiap tahapan kehidupan. Intervensi anemia dapat dilakukan dengan suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) atau Multiple Mineral Supplement (MMS) pada rematri, WUS, dan ibu hamil. Karena besarnya masalah anemia, maka penanggulangan anemia menggunakan pendekatan blanket approach, artinya semua wanita pada usia tertentu perlu mengonsumsi TTD atau MMS tanpa perlu melihat status anemianya. Rematri dan WUS disarankan untuk mengonsumsi 1 butir TTD per minggu sejak usia mendapatkan haid pertama. Sedangkan ibu hamil dapat mengonsumsi TTD atau MMS sebanyak 1 tablet per hari selama 3 bulan (90 tablet) mulai trimester ke-2. TTD sudah menjadi program nasional pemerintah dan bisa kamu dapatkan secara gratis di Puskesmas atau guru UKS (bagi remaja putri). MMS sendiri dinilai dapat menjadi pengganti TTD yang selama ini dikeluhkan menyebabkan mual dan berbau kurang enak.


Pencegahan dan pengobatan anemia tidak cukup hanya dengan suplementasi Fe dan asam folat, tetapi harus diiringi dengan konsumsi protein yang cukup sehingga pola makan juga perlu diperbaiki (baca juga: Asupan Gizi Seimbang untuk Remaja), pemeriksaan Hb, sampai transfusi darah jika mengalami anemia berat. Oleh karena itu, diperlukan akses terhadap fasilitas kesehatan (faskes) dan diperlukan juga tenaga kesehatan (nakes) seperti tenaga petugas gizi, perawat, bidan dan dokter.


Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kemenkes, total nakes yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia adalah 31.824.3 Namun, terlihat jelas bahwa distribusi nakes di Indonesia masih tidak merata. Daerah yang semakin jauh dengan pulau jawa cenderung memiliki jumlah nakes yang lebih sedikit. Melihat fenomena ini membuat kita tersadar bahwa masih ada disparitas (kesenjangan) layanan kesehatan di Indonesia. Padahal, nakes berperan penting dalam mengatasi dan mencegah terjadinya masalah gizi, khususnya untuk menurunkan prevalensi stunting dan angka kematian ibu (AKI). Hal ini berbanding lurus dengan data-data dalam Riskesdas yang menunjukkan prevalensi masalah gizi (seperti stunting dan anemia) di daerah luar pulau jawa cenderung lebih tinggi. Oleh karena itu, diperlukan equity access dalam layanan kesehatan. Akses pelayanan kesehatan dapat disebut equity jika pelayanan kesehatan terdistribusi menurut letak geografis, sosial ekonomi, dan kebutuhan masyarakat.


Wanita di seluruh tahap kehidupan perlu diperhatikan kesejahteraan dan kesehatannya sebagai investasi terciptanya generasi penerus bangsa yang unggul. Indonesia membutuhkan wanita yang sehat, terbebas dari tiga beban masalah gizi, cerdas, dan sejahtera. Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak untuk memastikan perbaikan status gizi wanita di seluruh Indonesia, terutama dari masalah anemia. Perbaikan masalah gizi harus dimulai dari keluarga sebagai lingkungan terdekat. Keluarga harus ikut memastikan dan memotivasi wanita dalam mengonsumsi suplemen, menerapkan pola makan yang baik sesuai anjuran gizi seimbang, dan secara rutin memantau status kesehatannya di layanan kesehatan.


Reference:

  1. Kemenkes 2020. Gizi saat Remaja Tentukan Kualitas Keturunan. Terdapat pada: https://www.kemkes.go.id/article/view/20012600004/gizi-saat-remaja-tentukan-kualitas-keturunan.html

  2. BPPSDMK Kemenkes. Rasio Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk (Per Provinsi) Per 100.000 Penduduk. Terdapat pada: http://bppsdmk.kemkes.go.id/info_sdmk/info/renbut


Created by:

Naura Delfi Meisara, S.T.P

Reviewed by:

dr. Agustina, Sp.A., M.Kes - Dokter Spesialis Anak

Designed by:

Rekianarsyi Arrasyidipa Narayaprawira Wiranto Putra



bottom of page