Copy, cut and paste disabled


Mitos Seputar MP-ASI
top of page

Mitos Seputar MP-ASI

Updated: Oct 22, 2021



Pemberian nutrisi yang adekuat merupakan suatu hal yang penting dalam pertumbuhan serorang anak. Air Susu Ibu (ASI) adalah nutrisi yang tak tergantikan. Sayangnya, di tengah kemajuan teknologi informasi, beredar pula mis-informasi, hoax dan over-claim atau promosi berlebihan produk makanan bayi. Di sisi lain, praktik yang tidak tepat dalam pemberian makan pada anak karena mitos-mitos yang dipercaya turun temurun juga masih terjadi. Kita ketahui bahwa periode usia 0-6 tahun merupakan periode emas tumbuh kembang anak membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Jendela kesempatan tumbuh kembang anak pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan, yaitu 270 hari pertumbuhan janin dalam kandungan serta 730 hari pertumbuhan baduta (usia 0-2 tahun). Kesempatan ini, jika terlewatkan, walaupun masih bisa dikoreksi pada periode 2-4 tahun, tetapi tidak dapat mengejar ketertinggalan tumbuh kembang pada 1000 HPK.



Tiga kunci keberhasilan tumbuh kembang optimal pada 1000 HPK adalah, pada 1) Kecukupan kalori, pangan beragam dan menu gizi seimbang ibu hamil, 2) menyusui bayi hanya ASI saja secara eksklusif hingga anak usia 6 bulan, dan 3) melanjutkan menyusui hingga minimal anak berusia 2 tahun yang disertai makanan pendamping ASI (MPASI) dengan frekuensi makan dan konsistensi kepadatan makanan yang sesuai umur. Edukasi kepada keluarga tentang praktik pemberian makan pada anak usia dini, merupakan hal pasti yang perlu disampaikan kepada keluarga. Tidak sekedar, diseminasi informasi melalui kanal informasi, tetapi juga membangun kepercayaan diri ibu hamil dan ibu balita. serta memberikan keterampilan untuk keberhasilan menyusui, mengolah MPASI dan praktik pemberian makan pada anak.


Praktik salah pemberian makan pada anak (PMBA) berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi. Sebagian ibu masih membuang kolustrum karena dianggap ASI yang basi karena warnanya yang kekuningan, padahal kolustrum mengandung zat kekebalan terhadap penyakit infeksi. Ibu mudah putus asa ketika ASI tidak keluar, merasa produksi ASI sedikit dan tidak cukup memenuhi kebutuhan bayi, apalagi jika bayi menangis terus, berbagai pantangan makan bagi ibu hamil dan ibu bersalin padahal diperlukan untuk kebutuhan gizi ibu hamil, kepulihan ibu paska bersalin dan kebutuhan gizi selama ibu masih menyusui. Juga praktik pemberian makanan padat yang terlalu dini (pre-lacteal feeding) masih banyak terjadi di banyak tempat di Indonesia, tidak hanya di pedesaan tetapi juga di perkotaan. Yang paling sering diberikan terlalu dini kepada bayi di bawah 6 bulan adalah madu dan pisang kerok. Pemberian MPASI sudah tepat pada usia di atas 6 bulan, tetapai pemberian MPASI terlalu encer, tidak mengikuti transisi perubahan kepadatan MPASI, atau terlalu cepat memberi nasi dan menu keluarga pada bayi sebelum usia 12 bulan, juga praktik salah yang masih sering dijumpai.


Berikut ini beberapa mis-informasi tentang MPASI:

  • Berikan menu tunggal MPASI pertama selama 2 minggu

Pernyataan di atas tidak sepenuhnya tepat. Yang benar, pada usia 4-6 bulan kandungan energi, protein dan lemak ASI mulai menurun sedangkan kebutuhan energi per kg berat badan bayi meningkat, oleh karena itu sejak usia 6 bulan harus diberikan menu lengkap dengan pengawasan yang benar. pemberian menu tunggal hanya dimaksudkan untuk pengenalan berbagai jenis bahan pangan kepada bayi.



  • Lemak tidak boleh diberikan pada MPASI karena tidak sehat untuk bayi.

Pernyataan tersebut salah. Yang benar adalah lemak merupakan sumber energi yang signifikan, karena 1 g lemak mengandung 9 kkal, jauh lebih tinggi dari karbohidrat maupun protein yang mengandung energi 4 kkal/g. Oleh karena itu, lemak tetap dibutuhkan untuk menambah asupan kalori. Selain itu, rasa gurih lemak dapat meningkatkan cita rasa makanan. WHO menganjurkan asupan lemak sebesar 30-45% dari kebutuhan kalori total untuk anak usia 6-24 bulan. European Food Safety Authority (EFSA) menyarankan asupan lemak sebesar 40% dari kalori total pada usia 6-12 bulan, mencakup 4 % energi dari asam linoleat; 0.5% dari asam alfa-linoleat dan 100 mg/hari dari asam dokosaheksanoat (DHA). Persentase ini jauh lebih besar dibandingkan dengan anjuran asupan lemak pada anak usia > 2 tahun sejumlah < 30%.

  • Bayam dan sayur mayur merupakan sumber zat besi yang baik

Pernyataan di atas tidak sepenuhnya tepat. Prevalensi anemia pada balita adalah 41% (SKRT, 2001). Sebagian besar anemia gizi karena kekurangan zat besi. Padahal, kebutuhan zat besi pada anak usia 6-12 bulan sangat tinggi, yaitu 11 mg/hari, kemudian berkurang menjadi 7 mg/hari pada anak usia 12-24 bulan. Diketahui, bahwa kandungan zat besi dalam ASI tidak bisa memenuhi kebutuhan bayi di atas usia 6 bulan, sehingga 97% kebutuhan zat besi pada anak usia 6-12 bulan harus dipenuhi dari MPASI. Sumber zat besi yang memiliki bioavailabilitas baik adalah daging merah dan hati ayam/sapi, karena mengandung besi heme. Penyerapan besi heme dari daging sapi mencapai 25 % dan tidak dihambat oleh berbagai inhibitor, sedangkan besi yang terkandung dalam bayam adalah jenis besi non-heme yang penyerapannya rendah dan dihambat oleh berbagai anti nutrien yang terkandung dalam makanan. Oleh karena itu, bayi dan batita sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi daging merah dan hati ayam/sapi sebagai sumber protein hewani sekaligus sumber zat besi yang baik.

  • Sayur dan buah wajib diberikan setiap kali makan

Pernyataan di atas tidak sepenuhnya benar. Sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan serat. Asupan serat pada bayi usia 6 bulan perlu diberikan secara bertahap sampai mencapai 5 g/hari. Jumlah ini sangat sedikit dibandingkan dengan asupan serat untuk anak usia 1-3 tahun yaitu 19 g/hari.

  • Penambahan garam dan gula pada masakan sama sekali tidak diperbolehkan karena dikawatirkan akan menyebabkan terjadinya hipertensi pada saat dewasa.

Pernyataan di atas tidak sepenuhnya tepat. Yang benar bahwa, perkembangan indra pengecap dan preferensi makanan (food preference) pada bayi sangat kompleks, sehingga tidak terlalu membutuhkan penambah rasa manis atau asin. Bayi yang mendapat ASI akan lebih mudah menerima sayuran baru, dan lebih mudah menerima makanan baru pada periode MPASI. Ibu yang mengkonsumsi berbagai makanan sehat selama hamil dan menyusui, dan mengenalkan makanan sehat pada periode MPASI dapat membentuk kebiasaan makan pada anak. Food Preference sebagian besar terjadi pada masa anak-anak, dan akan terus berkembang pada masa remaja sampai dewasa.


  • Telur, ikan, cumi-cumi, udang, kacang harus ditunda sampai usia tertentu karena dapat menyebabkan alergi.

Pada tahun 2000 terdapat rekomendasi untuk menunda makanan yang alergenik. yaitu, makanan yang berpotensi menyebabkan reaksi alergi, seperti telur, kacang tanah dan ikan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Namun rekomendasi ini diubah pada tahun 2008 karena tidak terdapat bukti ilmiah yang cukup untuk mendukung rekomendasi penundaan makanan tersebut. Justru bukti yang ada berdasarkan telah sistematik, bahwa pemberian maknan alergenik sejak awal pemberian MPASI dapat menurunkan risiko alergi, baik untuk bayi di populasi umum ataupun bayi dengan riwayat keluarga alergi. European Society of Peiatic Gastrohepatology and Nutrition (ESPGHAN) merekomendasikan pengenalan makanan alergik sejak dari awal pemberian MPASI.


Masih banyak mitos dan informasi salah seputar MPASI, yang menyebabkan pemberian MPASI pada baduta menjadi tidak optimal. Tenaga kesehatan yang berhadapan langsung dengan ibu balita dan anak, serta praktisi kesehatan lainnya perlu lebih ditingkatkan peranannya dalam menyampaikan informasi yang benar dan alasan yang tepat kepada keluarga utamanya yang mengasuh balita. Jika keluarga mendapatkan edukasi PMBA dengan baik, termasuk praktik pemberian MPASI, maka baduta akan mendapatkan manfaat yang maksimal di periode jendela kesempatan untuk mencegah stunting.


Created by:

dr. Agustina, Sp.A., M.Kes - Dokter Spesialis Anak

Reviewed by:

Dr. dr. Brian Sri Prahastuti, MPH – Health Policy & Stunting Reduction Expert

Designed by:

dr. Dhiya Khoirunnisa





bottom of page